Sekeluarga Tewas di Magelang Diduga Dibunuh sang Anak, Motif Sakit Hati?
Rabu, 30 November 2022
|
Gugatan Yusril Ihza Mahendra Terkait UU Pemilu Ditolak MK./Instagram @yusrilihzamhd
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan Partai Bulan Bintang (PBB) terkait uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Berkaitan dengan hal tersebut, Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa saat ini, MK bukan lagi The Guardian of Constitution, melainkan The Guardian of Oligarchy.
"MK bukan lagi 'the guardian of constitution' dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi 'the guardian of oligarchy'," ujar Yusril, dikutip dari CNN Indonesia [1], 8 Juli 2022.
Keputusan MK terkait menolak gugatan uji materi, menurut Yusril, hal tersebut membuat demokrasi semakin terancam dengan munculnya oligarki kekuasaan.
Baca Juga Pemerintah Serahkan Draft RKUHP ke DPR, Benarkah Kritik Presiden bisa Dihukum?
"Dengan ditolaknya permohonan PBB dan para anggota DPD ini serta permohonan-permohonan lain yang akan diajukan, maka demokrasi kita kini semakin terancam dengan munculnya oligarki kekuasaan," kata dia.
Pasalnya, calon presiden dan wakil presiden hanya muncul dari kalangan yang itu-itu saja, yakni dari kelompok yang memiliki kekuatan besar di DPR RI.
"Calon Presiden dan Wakil Presiden yang muncul hanya itu-itu saja dari kelompok kekuatan politik besar di DPR, yang baik sendiri atau secara gabungan, mempunyai 20 persen kursi di DPR," sambungnya.
Baca Juga Wamenkumham Sebut RKUHP Ada 632 Pasal, Simak 14 Poin Krusial
Yusril Ihza Mahendra merasa aneh karena dalam lima tahun, para pemilih dalam pemilu sudah berubah, formasi koalisi sudah berubah, namun hal tersebut masih dipertahankan oleh MK.
"Padahal dalam lima tahun itu para pemilih dalam Pemilu sudah berubah. Formasi koalisi dan kekuatan politik juga sudah berubah. Namun, segala keanehan ini tetap dipertahankan MK," ucap Yusril.
Dirinya pun menepis argumentasi MK yang selalu menjelaskan bahwa norma Pasal 222 UU Pemilu bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial, namun menurutnya, ‘executive heavy’ yang terkandung dalam UUD 1945 sebelum amandemen, sudah lama ditentang.
"Tidak ada hubungan korelatif antara presidential threshold dengan 'penguatan sistem presidensial' sebagaimana selama ini didalilkan MK. Politik begitu dinamis, oposisi bisa berubah menjadi partai pemerintah hanya dalam sekejap," katanya.
Berita Terbaru |
Sekeluarga Tewas di Magelang Diduga Dibunuh sang Anak, Motif Sakit Hati?
Rabu, 30 November 2022
|
Prajurit TNI AU Prada Indra Meninggal Dunia, Netizen Samakan dengan Kasus Brigadir J
Jumat, 25 November 2022
|
Koalisi Gerindra-PKB Dikabarkan Mandeg, Cak Imin Singgung Komposisi Baru
Rabu, 23 November 2022
|
Special Insight: Marak Kasus Bully dari Anak-anak hingga Dewasa, Kenapa Ya?
Selasa, 22 November 2022
|
Iriana Jokowi Dihina Warganet di Twitter, Netizen Nilai Ejek Seluruh Rakyat Indonesia
Senin, 21 November 2022
|
Xi Jinping Marahi Justin Trudeau saat KTT G20, Warganet Sebut Hanya di Indonesia…
Jumat, 18 November 2022
|
Gibran Rakabuming dengan Anies Baswedan Bertemu, Disebut Upaya Memecah Belah PDIP
Kamis, 17 November 2022
|
Puncak KTT G20 Hari Pertama, PBB Titip Pesan, Menlu Rusia Masuk RS?
Selasa, 15 November 2022
|
Sekeluarga Tewas di Kalideres, Kriminolog Duga Dilaparkan, Berikut Fakta-faktanya
Senin, 14 November 2022
|